Setiap perencanaan kesehatan dibuat dengan mengikuti tahapan atau
siklus tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis
perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Namun demikian, dalam
garis besar perencanaan soaial dapat dirumuskan menadi lima tahapan sebgai
berikut (Carey,1980, Marjuki dan Soeharto,1990, Suharto,1997): (a) identifikasi
masalah; (b) penentuan tujuan ; (c) penyusunan dan pengembangan rencana
program; (d) pelaksanaan program-program ; dan (e) evaluasi program.
a.
Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang akan direspon oleh
suatu program. Identifikasi malasah perlu dilakukan secara konfrehensif dengan
menggunakan teknik-teknik dan indikator yang tepat. Misalnya, jika masalah
kemiskinan dirumuskan sebagai orang-orang yang memiliki pendapatan di bawah
garis kemiskinan, maka
alternative-alternatif yang dapat
dirancang menjadi sempit. Pemecahan masalah kemiskinan menjadi hanya sekedar meningkatkan
pendapatan orang-orang miskin. Namun demekian, mungkin saja masalah kemiskinan
yang sebenarnya berhubungan dengan keterpencilan suatu wilayah atau tidak
tersedianya sarana ekonomi masyarakat. Karenanya, pemecahannya dapat melalui
kegiatan lain, seperti peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas
perkreditan dan pemasaran, selain meningkatkan pendapatan orang-orang miskin
saja.
Identifikasi maslah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan
(need assessment). Kebutuhan dapat di
definisikan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya.
Asesmen kebutuhan dapat diartikan sebagai
penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang
ingin diperbaiki dan penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin
direalisasikan.
Dalam kaitan ini ada lima jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan absolut,
kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang dinyatakan, dan
kebutuhan komparatif.
1.
Kebutuhan absolut (absolute
need) adalah kebutuhan minimal atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya (survei). Misalnya, manusia
Indonesia membutuhkan makanan sekitar tiga kali sehari yang biasanya ditentukan
oleh nilai kecukupan kalori. Nilai kalori ini oleh para ahli kemudian
disetarakan dengan nilai uang agar mudah dijadikan standar pengukuranyya. Garis
kemiskinan (poverty line) yang
dirumuskan oleh badan pusat statistic
(BPS) adalah contoh garis kemiskinan yang berpijak pada konsep
2.
Kebutuhan normative (normative
need) adalah kebutuhan yang didefinisikan oleh ahli atau tenaga
professional. Kebutuhan ini biasanya didasarkan standar tertentu. Misalnya :
penentuan kebutuhan gizi masyarakat tidak bisa
dilaakukan sembarangan oleh masyarakat awam. Untuk menentukan kebutuhan
masyarakat akan gizi, maka para ahli menentukan jumlah dan asupan makanan yang
seharusnya dikonsumsi oleh manusia sesuai dengan golongan usia.
3.
Kebutuhan yang dirasakan (felt
need) adalah sesuatu yang dianggap atau dirasakan orang sebagai kebutuhannya. Kebutuhan ini merupakan petunjuk
tentang kebutuhan yang nyata (real need).
Akan tetapi, kebutuhan ini berbeda dari satu orang ke orang lainnya, karena
sangat tergantung pada persepsi orang yang bersangkutan mengenai sesuatu yang
diinginkan pada suatu waktu tertentu.
4.
Kebutuhan yang dinyatakan (stated
need) adalah kebutuhan yang dirasakan yang diubah menjadi kebutuhan
berdasarkan banyaknya permintaan. Besarnya kebutuhan ini tergantung pada
seberapa oaring yang memerlukan
pelayanan kesehatan.
5.
Kebutuhan komparatif (comparative
need) adalah kesenjangan antara tingkat pelayanan yang ada di
wilayah-wilayah yang berbeda untuk kelompok yang memiliki karakteristik sama.
b.
Penentuan tujuan
Tujuan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimasa depan yang ingin
dicapai. Maksud penentuan tujuan adalah
untuk membimbing program kearah pemecahan masalah. Tujuan dapat menjadi target
yang menjadi dasar bgi pencapaian keberhasilan program. Ada dua jenis atau
tingkatan tujuan, yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective).
Tujuan umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaiannya dapat diukur.
Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur mengenai
jumlah yang menunjukkan kemajuan kea rah pencapaian tujuan menunjukkan kearah
pencapaian tujuan umum. Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri
:
1.
Berorientasi pada keluaran (output)
bukan pada proses atau masukan (input)
2.
Dinyatakan dalam istilah yang terukur
3.
Tidak hanya menunjukkan arah perubahan (misalnya meningkatkan),
tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan (misalnya 10 persen)
4.
Menunjukkan jumlah populasi secara terbatas
5.
Menunjukkan pembatasan waktu
6.
Realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk
mencapainya
7.
Relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum.
Ciri-ciri
tersebut dapat dirumuskan dalam akronim SMART (dalam bahasa Inggris ‘smart’ dapat diartikan cerdas) yang
merupakan singkatan dari specific (spesifik
atau khusus), measurable (dapat
diukur), achieble (dapat dicapai), realistic (masuk akal), dan time-bound (terikat waktu).
c.
Penyusunan dan pengembangan rencana program
Dalam proses perencanaan kesehatan, para perencana dan pihak-pihak
atau para pemangku kepentingan selayaknya bersama-sama menyusun pola rencana
intervensi yang komprehensif. Pola tersebut menyangkut tujuan-tujuan khusus,
strategi-strategi, tugas-tugas, dan prosedur-prosedur yang ditujukan untuk
membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah. Suatu rencana
biasanya dikembangkan dalam suatu pola yang sistematis dan paragmatis dimana
bentuk-bentuk kegiatan dijadwalkan denan jelas. Program dapat dirumuskan
sebagai suatu perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada
pencapaian satu atau bberapa tujuan khusus. Penyusunan program dalam proses
perencanaan kesehatan mencakup keputusan tentang apa yanag akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam
proses perumusan program :
1.
Identifikasi program alternatif. Penyusunan program merupakan tahap
yang membutuhkan kreativitas. Karenanya sebelum suatu program dipilih sebaiknya
jika di identifikasi beberapa program alternatif.
2.
Penetuan hasil program. Bagaian dari identifikasi program
alternative adalah penentuan hasil apa yang akan diperoleh dari setiap program
alternatif . hasil tersebut menunjuk [ada keluaran atau outputs yang terukur.
Hasil ini dapat dinyatakan dalam tiga tingkatan, yaitu : pelaksanaan tugas,
unit pelayanan dan jumlah konsumen.
3.
Penetuan biaya. Informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya
program biaya perhasil. Ada beberapa macam biaya, antara lain : biaya tetap (fixed cost), biaya variable, biaya
marginal, biaya rata-rata, dansunk cost.
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan hanya satu kali saja dalam satu
program, tetapi bisa berulang kali jika program berikutnya dilanjutkan atau
dikembangkan. Misalnya, biaya untuk pembangunan jalan di desa tertinggal. Biaya
variabel adalah biaya yang dikelurkan setiap kurun waktu tertentu (misalnya
setiap bulan) sehingga jumlahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kebutuhan atau produksi pada tahapan program. Biaya marginal adalah biaya yang
dikeluarkan untuk tambahan pelayanan. Biaya rata-rata adalah biaya yang
dikeluarkan untuk jumlah seluruh unit pelayanan. Sunk cost adalah biaya yang
sudah dikeluarkan sebelumnya.
4.
Kriteria pemilihan program. Setelah program-program alternative
diidentifikasi, maka harus dilakukan pilihan diantara mereka. Pemilihan dapat
dilakukan atas dasar rasinal, yakni bersandar pada kriteria tertentu. Kriteria
yang tergolong rasional adalah menyangkut pentingnya, efesiensi, efektivitas,
fisibilitas, keadilan da hasil-hasil tetentu. Misalnya, mana kebih penting
antara penurunan jumlah orang miskin
atau jumlah pengangguran?.
d.
Pelaksanaan program
Tahapan implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses
perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau
pemberian pelayanan merupakan tujuan , sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan
untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan. Ada dua prosedur dalam
melaksanakan program, yaitu :
1)
Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan pogram
2)
Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana.
e.
Evaluasi program
Dalam tahapan evaluasi program, analisis kembali kepada permulaan
proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Evaluasi baru dapat dilaksanakan kalau rencana sudah
dilaksanakan. Namun demikian, perencanaan yang baik harus sudah dapat
menggambarkan proses evaluasi yang akan dilaksanakan. Ada beberapa pertanyaan
pokok yang biasanya diajukan pada tahap evaluasi :
1)
Apakah rencana sudah dilaksanakan ?
2)
Apakah tujuan sudah tercapai ?
3)
Apakah kebijakan atau program sudah berjalan secara efektif ?
4)
Apakah kebijakan atau program sudah berjalan secara efesien ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar