A. Permasalahan tenaga kerja indonesia di sektor formal
Masalah keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih
tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia, Hal ini tentunya
sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih
rendah. Padahal karyawan adalah
aset penting perusahaan.
Kewajiban untuk
menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui
UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan
berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu
sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa
program K3 hanya akan menjadi
tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan
kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai
lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan.
Selain itu, faktor
lain yang mendukung adanya masalah tenaga kerja di indonesia adalah kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga
tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Di samping itu, yang masih perlu
menjadi catatan adalah standar
keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika
dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan
Pakistan. Sebagai contoh, data
terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat
fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus. Jumlah kecelakaan
kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan kenyataan di lapangan
yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi lagi.
Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja,
angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari
setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi.
Hal ini disebabkan oleh beberapa
masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang
berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan
oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur
administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja
yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus
kecelakaan kerja sangat ringan.
Sebagian besar dari kasus-kasus
kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan
kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang
mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil,
juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar, bahkan lebih besar bila
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit
serius seperti penyakit jantung dan kanker.
Masalah umum mengenai K3 ini juga
terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi
mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan
menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah
satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor
utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah
tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam
pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga
kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari
mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak
memiliki ikatan kerja yang formal dengan
perusahaan.
Kenyataan ini tentunya mempersulit
penanganan masalah K3 yang biasanya
dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai
Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.
B. Jenis kecelakaan pada tenaga kerja di beberapa industri
Jenis industri
|
Kecelakaan yang terjadi
|
manufaktur
|
1.
Terjepit, terlindas
2.
Teriris,terpotong
3.
Jatuh terpleset
4.
Tindakan yang tidak benar
5.
Tertabrak
6.
Berkontak dengan bahan yang berbahaya
7.
Terjatuh, terguling
8.
Kejatuhan barang dari atas
9.
Terkena benturan keras
10.
Terkena barang yang runtuh, roboh
|
elektronik
|
1.
Teriris,terpotong
2.
Terlindas, tertabrak
3.
Berkontak dengan bahan kimia
4.
Kebocoran gas
5.
Menurunnya daya penglihatan dan pendengaran
|
Produksi metal
|
1.
Terjepit, terlindas
2.
Tertusuk,terpotong, tergores
3.
Jatuh terpleset
|
Petrokimia
|
1.
Terjepit, terlindas
2.
Teriris, terpotong, tergores
3.
Jatuh terpleset
4.
Tindakan yang tidak benar
5.
Tertabrak
6.
Terkena benturan keras
|
Konstruksi
|
1.
Jatuh terpleset
2.
Kejatuhan barang dari atas
3.
Terinjak
4.
Terkena barang yang runtuh, roboh
5.
Berkontak dengan suhu panas atau dingin
6.
Terjatuh, terguling
7.
Terjepit, terlindas
8.
Tertabrak
9.
Tindakan yang tidak benar
10.
Terkena benturan keras
|
Produksi alat transportasi di bidang reparasi
|
1.
Terjepit, terlindas
2.
Tertusuk,terpotong, tergores
3.
Terkena ledakan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar