Jumat, 13 Maret 2015

Proses perencanaan program




Setiap perencanaan kesehatan dibuat dengan mengikuti tahapan atau siklus tertentu. Tahapan tersebut biasanya berbeda-beda tergantung pada jenis perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Namun demikian, dalam garis besar perencanaan soaial dapat dirumuskan menadi lima tahapan sebgai berikut (Carey,1980, Marjuki dan Soeharto,1990, Suharto,1997): (a) identifikasi masalah; (b) penentuan tujuan ; (c) penyusunan dan pengembangan rencana program; (d) pelaksanaan program-program ; dan (e) evaluasi program.
a.       Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang akan direspon oleh suatu program. Identifikasi malasah perlu dilakukan secara konfrehensif dengan menggunakan teknik-teknik dan indikator yang tepat. Misalnya, jika masalah kemiskinan dirumuskan sebagai orang-orang yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan,  maka alternative-alternatif  yang dapat dirancang menjadi sempit. Pemecahan masalah kemiskinan menjadi hanya sekedar meningkatkan pendapatan orang-orang miskin. Namun demekian, mungkin saja masalah kemiskinan yang sebenarnya berhubungan dengan keterpencilan suatu wilayah atau tidak tersedianya sarana ekonomi masyarakat. Karenanya, pemecahannya dapat melalui kegiatan lain, seperti peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas perkreditan dan pemasaran, selain meningkatkan pendapatan orang-orang miskin saja.
Identifikasi maslah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (need assessment). Kebutuhan dapat di definisikan sebagai kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Asesmen kebutuhan dapat diartikan sebagai  penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki dan penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan.
Dalam kaitan ini ada lima jenis kebutuhan, yaitu kebutuhan absolut, kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang dinyatakan, dan kebutuhan komparatif.
1.      Kebutuhan absolut (absolute need) adalah kebutuhan minimal atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya (survei). Misalnya, manusia Indonesia membutuhkan makanan sekitar tiga kali sehari yang biasanya ditentukan oleh nilai kecukupan kalori. Nilai kalori ini oleh para ahli kemudian disetarakan dengan nilai uang agar mudah dijadikan standar pengukuranyya. Garis kemiskinan (poverty line) yang dirumuskan oleh badan pusat statistic (BPS) adalah contoh garis kemiskinan yang berpijak pada konsep
2.      Kebutuhan normative (normative need) adalah kebutuhan yang didefinisikan oleh ahli atau tenaga professional. Kebutuhan ini biasanya didasarkan standar tertentu. Misalnya : penentuan kebutuhan gizi masyarakat tidak bisa  dilaakukan sembarangan oleh masyarakat awam. Untuk menentukan kebutuhan masyarakat akan gizi, maka para ahli menentukan jumlah dan asupan makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh manusia sesuai dengan golongan usia.
3.      Kebutuhan yang dirasakan (felt need) adalah sesuatu yang dianggap atau dirasakan orang sebagai  kebutuhannya. Kebutuhan ini merupakan petunjuk tentang kebutuhan yang nyata (real need). Akan tetapi, kebutuhan ini berbeda dari satu orang ke orang lainnya, karena sangat tergantung pada persepsi orang yang bersangkutan mengenai sesuatu yang diinginkan pada suatu waktu tertentu.
4.      Kebutuhan yang dinyatakan (stated need) adalah kebutuhan yang dirasakan yang diubah menjadi kebutuhan berdasarkan banyaknya permintaan. Besarnya kebutuhan ini tergantung pada seberapa  oaring yang memerlukan pelayanan kesehatan.
5.      Kebutuhan komparatif (comparative need) adalah kesenjangan antara tingkat pelayanan yang ada di wilayah-wilayah yang berbeda untuk kelompok yang memiliki karakteristik sama.


b.      Penentuan tujuan

Tujuan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimasa depan yang ingin dicapai. Maksud  penentuan tujuan adalah untuk membimbing program kearah pemecahan masalah. Tujuan dapat menjadi target yang menjadi dasar bgi pencapaian keberhasilan program. Ada dua jenis atau tingkatan tujuan, yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Tujuan umum dirumuskan secara luas sehingga pencapaiannya dapat diukur. Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan yang spesifik dan terukur mengenai jumlah yang menunjukkan kemajuan kea rah pencapaian tujuan menunjukkan kearah pencapaian tujuan umum. Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki beberapa ciri :
1.      Berorientasi pada keluaran (output) bukan pada proses atau masukan (input)
2.      Dinyatakan dalam istilah yang terukur
3.      Tidak hanya menunjukkan arah perubahan (misalnya meningkatkan), tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan (misalnya 10 persen)
4.      Menunjukkan jumlah populasi secara terbatas
5.      Menunjukkan pembatasan waktu
6.      Realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk mencapainya
7.      Relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum.


Ciri-ciri tersebut dapat dirumuskan dalam akronim SMART (dalam bahasa Inggris ‘smart’ dapat diartikan cerdas) yang merupakan singkatan dari specific (spesifik atau khusus), measurable (dapat diukur), achieble (dapat dicapai), realistic (masuk akal), dan time-bound (terikat waktu).


c.       Penyusunan dan pengembangan rencana program

Dalam proses perencanaan kesehatan, para perencana dan pihak-pihak atau para pemangku kepentingan selayaknya bersama-sama menyusun pola rencana intervensi yang komprehensif. Pola tersebut menyangkut tujuan-tujuan khusus, strategi-strategi, tugas-tugas, dan prosedur-prosedur yang ditujukan untuk membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah. Suatu rencana biasanya dikembangkan dalam suatu pola yang sistematis dan paragmatis dimana bentuk-bentuk kegiatan dijadwalkan denan jelas. Program dapat dirumuskan sebagai suatu perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada pencapaian satu atau bberapa tujuan khusus. Penyusunan program dalam proses perencanaan kesehatan mencakup keputusan tentang apa yanag akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan dalam proses perumusan program :
1.      Identifikasi program alternatif. Penyusunan program merupakan tahap yang membutuhkan kreativitas. Karenanya sebelum suatu program dipilih sebaiknya jika di identifikasi beberapa program alternatif.
2.      Penetuan hasil program. Bagaian dari identifikasi program alternative adalah penentuan hasil apa yang akan diperoleh dari setiap program alternatif . hasil tersebut menunjuk [ada keluaran atau outputs yang terukur. Hasil ini dapat dinyatakan dalam tiga tingkatan, yaitu : pelaksanaan tugas, unit pelayanan dan jumlah konsumen.
3.      Penetuan biaya. Informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya program biaya perhasil. Ada beberapa macam biaya, antara lain : biaya tetap (fixed cost), biaya variable, biaya marginal, biaya rata-rata, dansunk cost. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan hanya satu kali saja dalam satu program, tetapi bisa berulang kali jika program berikutnya dilanjutkan atau dikembangkan. Misalnya, biaya untuk pembangunan jalan di desa tertinggal. Biaya variabel adalah biaya yang dikelurkan setiap kurun waktu tertentu (misalnya setiap bulan) sehingga jumlahnya dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebutuhan atau produksi pada tahapan program. Biaya marginal adalah biaya yang dikeluarkan untuk tambahan pelayanan. Biaya rata-rata adalah biaya yang dikeluarkan untuk jumlah seluruh unit pelayanan. Sunk cost adalah biaya yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
4.      Kriteria pemilihan program. Setelah program-program alternative diidentifikasi, maka harus dilakukan pilihan diantara mereka. Pemilihan dapat dilakukan atas dasar rasinal, yakni bersandar pada kriteria tertentu. Kriteria yang tergolong rasional adalah menyangkut pentingnya, efesiensi, efektivitas, fisibilitas, keadilan da hasil-hasil tetentu. Misalnya, mana kebih penting antara  penurunan jumlah orang miskin atau jumlah pengangguran?.
d.      Pelaksanaan program
Tahapan implementasi program intinya menunjuk pada perubahan proses perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau pemberian pelayanan merupakan tujuan , sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan. Ada dua prosedur dalam melaksanakan program, yaitu :
1)      Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan pogram
2)      Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana.
e.       Evaluasi program
Dalam tahapan evaluasi program, analisis kembali kepada permulaan proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Evaluasi baru dapat dilaksanakan kalau rencana sudah dilaksanakan. Namun demikian, perencanaan yang baik harus sudah dapat menggambarkan proses evaluasi yang akan dilaksanakan. Ada beberapa pertanyaan pokok yang biasanya diajukan pada tahap evaluasi :
1)      Apakah rencana sudah dilaksanakan ?
2)      Apakah tujuan sudah tercapai ?
3)      Apakah kebijakan atau program sudah berjalan secara efektif ?
4)      Apakah kebijakan atau program sudah berjalan secara efesien ?